Rabu, 08 Februari 2012

hmmmmm......

$3Cspan style="color: #222222; font-family: Arial, Verdana, Tahoma, sans-serif; font-size: x-small;">
 Megaupload adalah perusahaan yang berbasis di
Hongkong, sementara pendirinya
berlokasi di Selandia Baru. Kenapa
bisa dijerat oleh hukum di AS?
Kasus ini menarik untuk
diperhatikan bagi pengelola situs atau layanan online di Indonesia
yang mungkin waswas akan terkena
dampak dari sebuah hukum di AS
(atau negara lain).
Berikut adalah sedikit penjelasan
mengenai kasus Megaupload yang dikutip dari ArsTechnica. Prinsip kejadian Megaupload memang secara resmi
sebuah perusahaan yang berbasis di
Hongkong. Pendiri dan
karyawannya juga tinggal secara
fisik di Selandia Baru.
Nah, menurut tulisan di ArsTechnica, yang patut
diperhatikan dalam hal*ini adalah
nexus-nya, atau lebih sederhananya,
prinsip "di mana terjadinya
kerugian."
Megaupload dianggap sebagai sebuah situs yang, meski tidak
berbasis di AS, tetapi ditujukan bagi
warga AS dan menimbulkan
kerugian kepada pihak-pihak yang
ada di AS.
Dokumen dakwaan pada Megaupload menyebutkan,
perusahaan itu menyewa 1.000-an
server di AS, sebanyak 525 di
antaranya ada di Virginia.
Kemudian, kebanyakan transaksi di
situs itu juga dilakukan lewat PayPal, perusahaan AS. Jumlahnya,
menurut Pemerintah AS, lebih dari
110 juta dollar AS.
Pendapatan iklan Megaupload
didapatkan dari Google AdSense
(hingga 2007) dan AdBrite. Keduanya perusahaan AS.
Megaupload membayar
penggunanya yang melakukan
upload paling populer. Dalam
dakwaan itu disebutkan, termasuk
di antaranya merupakan penduduk Virginia, AS.
Logika dari dokumen itu, dengan
mengirimkan uang ke alamat di AS,
Megaupload memahami bahwa
mereka berbisnis di AS dan terikat
dengan yurisdiksi AS. Kesimpulannya: kerugian
pelanggaran hak cipta terjadi di
Virginia, dari server di Virginia, dan
perusahaan itu mendapatkan, serta
mengirimkan uang ke warga
Virginia. Maka dari itu, ia terikat hukum federal di Virginia.
Tentu masalah yurisdiksi ini akan
jadi salah satu bahan pembelaan
terhadap Megaupload di
persidangan kelak. Bagaimana dengan Indonesia? Selama perusahaan web di
Indonesia tidak berbisnis langsung
atau menargetkan pengguna di AS,
bisa jadi hukum di AS tak akan
"menyentuhnya".
Paling tidak hal itu bisa membuat tenang pengelola layanan online
yang sempat waswas dengan
adanya berbagai aturan di AS,
termasuk Stop Online Pircay Act
yang sempat ramai.
Namun, bukan berarti mereka "tak tersentuh" sama sekali. Penegakan
hukum hak atas kekayaan
intelektual juga ada di Indonesia.
Dengan demikian, hal terbaik
adalah berusaha menghindari
pelanggaran sebisa mungkin



hmmmmm....tulisan diatas saya kutip dari sebuah sumber tinggal copy / paste aja sih, dan yang saya dengar juga bahwa Mediafire akan ditutup juga karena masalah file sharing yang dianggap ilegal... oh shit akan susah banget nih mencari file-file download untuk band  yang kita sukai hikz !


kayanya segalanya sudah mulai susah jika disandingkan dengan nilai-nilai kepemilikan, yup dimana semua ide di klaim dengan hak paten jadi tidak ada yang namanya kompromi terhadap hal-hal yang di anggap merugikan individu atau band tertentu. okelah memang yang namanya file sharing memang merugikan pihak tertentu tapi selama file tersebut tidak untuk diperjual belikan pastinya fine aja sih, ga semua orang bisa setiap waktu mengkonsumsi apa yang terbaru contohnya aja saya, saya bisa membeli sebuah cd atau tape rilisan luar tapi saya juga tetap mendownload secara free untuk saya share pada teman atau untuk berbagi. 


ga lain ini semua adalah karena uang adalah yang utama, mengutip lirik Homicide "Beli ! beli ! beli ! konsumsi, konsumsi kami sehingga kalian dapat berpartisipasi dalam usaha para anak negeri yang berjibaku untuk naik haji !! "<$2Fspan>
jadi tidak ada kata lain selain beli dan konsumsi sampe mampus...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar